DIGITAL PUBLISHING SYSTEM DAN PENTINGNYA FILE PDF


Awal 1980 mulai diperkenalkan teknologi Desk Top Publishing System. Dua perangkat lunak yang bertanding saat itu Ventur Publishing dan Page Marker.

Tahun 1948 di Hanover fair, diperkenalkan secara spektakuler, teknologi Desk Top Publishing (DTP) System ini. Dengan slogan yang dituliskan di poster raksasa, Good Afternoon Mr. Guttenberg, jelas bermakna bahwa teknologi DTP siap menggulung industri grafika. Selamat tinggal teknologi grafika konvensional, yang penemuannya dipelopori oleh Johan Guttenberg.

Memang perkembangan teknologi DTP ini sangat luar biasa. Teknologi DTP betul-betul telah mengubah teknologi "prepress". Tetapi sekali lagi teknologi yang baru ini pun akhirnya menyatu dengan teknologi grafika yang sebelumnya dan menjadi bagian yang penting dari teknologi grafika secara keseluruhan. "Printing is a mother of culture", sekali lagi menunjukkan keluwesannya yang luar biasa. Dan kini kita kenal sebagai teknologi Digital Publishing System.

Digital Publishing System terus-menerus secara revolusioner menggebrak industri percetakan dan penerbitan. Proses produksi secara analog yang konvensional mulai dari persiapan susun huruf, "layout" atau tata letak, pembuatan film dan pelat cetak serta "proofing" mulai sedikit demi sedikit ditinggalkan. Dengan kata lain, teknologi Digital Publishing System telah mengubah teknologi cetak konvensional mulai dari pracetak, cetak, bahkan sampai kepenyelesaian grafika.

Film kini mulai banyak ditinggalkan dan sebagai gantinya sistem CTP atau "computer to plate" telah banyak menggantikannya (baca: MATABACA September 2005). Cetak offset kini dikembangkan dengan lebih banyak otomatisasi operasionalnya. Software Adobe dengan PDF format telah ikut merevolusi teknologi grafika penerbitan, dengan kemampuan yang luar biasa dalam mempersingkat dan mempermudah proses produksi.

Industri grafika sangat menyenangi PDF karena memungkinkan data pekerjaan mengalir lebih lancar, cepat, dan indah untuk persiapan cetak bahkan sampai ke cetak langsung. PDF telah menjadi format data standar secara defacto, terlebih lagi buat perusahaan yang telah memakai State of the Art Work Flow System yang diterapkan dalam proses produksi cetak.

Hal ini telah memaksa percetakan dan perusahaan pracetak atau "repro house" untuk berinvestasi teknologi "work flow" yang andal (EWF, Electronic Work Flow) untuk meningkatkan kecepatan proses dan kemudahan serta keluwesan dalam melayani pengolahan dokumen dan data secara elektronik, seperti untuk data dalam format PDF.

Dengan data dalam bentuk PDF, diperlukan EWF untuk meningkatkan kecepatan proses dan kemudahan serta keluwesan dalam melayani pengolahan dokumen dan data secara elektronik.

Data dalam bentuk PDF ini tidak bisa lagi ditawar dan harus disediakan oleh setiap percetakan yang akan mengolah data dalam proses produksinya. Standar EFW semakin diperlukan untuk akurasi dokumen dalam bentuk digital yang diolah atau diproses. Pada dasarnya, EWF, atau banyak pula yang menyebut Digital Work Flow, dapat menerima "file" digital PDF untuk diproses secara otomatis yang akhirnya diperoleh cetak coba utamanya untuk "colour proof", film yang sudah dipisah warna atau bahkan langsung jadi pelat yang siap cetak untuk proses cetak offset. Semakin hanyak yang langsung dicetak secara "digital printing" langsung atau dikirim ke tempat lain untuk dicetak di remote area.

Dengan "digital workflow", penerbit dapat mengirim "proof" atau cetak cobanya ke dan dari jarak jauh. Dokumen atau data dalam bentuk PDF dapat dikirim melalui internet, e-mail atau saluran pengiriman data yang lain dapat juga dimasukkan ke FTP servers. Sebagai hasilnya, dokumen atau data dapat dikirim untuk di-"print" sebagai cetak coba atau untuk dilihat di layar monitor untuk persetujuan pemesan di mana dan kapan saja diperlukan.

Penerapan "colour management systems" untuk memastikan "true colour output" menjadi suatu keharusan pula. Target yang ingin dicapai adalah warna yang sesaui dengan profil ICC (konvensi standar warna internasional). Ini bermakna "colour proof printer" harus dapat memenuhi standar dan diadopsi ke proses cetak. Perkembangan terkini dari "colour printer" adalah perbaikan dalam keandalan pemakaian tinta yang dapat dikontrol, diukur, dan dikendalikan dalam proses "proofing". Ini berarti pula perbedaan antara berbagai software seperti Star Proof, Black Magic, BEST, dan lain-lainnya dapat memungkinkan yang sesuai dengan mesin cetak offset. Dengan demikian, "proof" benar-benar akan sama seperti hasil cetak nantinya. Konsep awal DTP yang kini telah berkembang menjadi Digital Publishing System, yaitu WYSIWYG (Waisiwig), What You See Is What You Get, telah dapat dicapai.

Industri grafika, percetakan, dan penerbitan senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Perkembangan yang cepat ini mengharuskan para industri grafika khususnya di Indonesia senantiasa siap menghadapi perubahan tersebut. Mereka harus siap dan mampu melayani pemesan baik lokal maupun dari berbagai penjuru dunia.

Bahan diambil dan diedit seperlunya dari sumber:
ICW - Indonesian Christian Webwatch
Sumber asli :
Majalah: MATABACA, Maret 2006
Penulis: Ir. Triwiharto
Halaman: 19



SEBUAH KISAH DI BALIK PDF

Sebut saja Ryan, ia bekerja sebagai staf administrasi pada sebuah Yayasan Sosial di Kota Gudeg, Yogyakarta. Suatu ketika ia ditugaskan untuk membuat sebuah Buku Panduan Anak Asuh Yayasan. Kebutaanya terhadap software publishing yang menjadi standar penerbit saat itu, seperti Adobe PageMaker ataupun Adobe InDesign sebagai generasi lanjutanya, sempat membuatnya patah arang.

Ryan yang bukan jebolan anak grafis, memiliki sedikit pengetahuan tentang komputer dan software, kalo soal microsoft office ia ngerti banget, ia sangat yakin dapat menyelesaikan masalahnya dengan software tersebut. Satu yang masih jadi permasalahanya, bagaimana percetakan dapat mencetak layout yang sudah disusunnya tanpa sedikitpun kerusakan dalam pencetakan?

Ups…, perkenalanya dengan dengan software pembuat PDF bukan suatu kebetulan. Benar, Ia menemukan software yang diburunya, PrimoPDF, sebuah software yang mengatur output printer menjadi sebuah file berformat PDF.

Cara kerjanya cukup mudah, Ryan tinggal menginstalkan masternya kemuadian ia akan mendapati software tersebut terdaftar sebagai driver printer. Proses selanjutnya, Ryan tinggal me-layout buku yang yang dikehendakinya, tentunya dengan program microsoft Word yang dikuasainya. Setelah selesai, tinggal diprint dengan mengarahkan driver printer ke PrimoPDF, dan terciptalah file PDF sesuai harapanya.

Ryan pun segera membawa file PDF tersebut ke percetakan. Dengan bangga ia mengatakan “Cetak mas, sesuai aslinya yah!”